Meretas Format Kampanye Menuju Pilkada 2017
Pemilu
Kepala Daerah mengambil peranan penting dalam penyelenggaraan pemerintahan
daerah. Sebagai implementasi demokrasi yang dapat menyalurkan hak pilih
masyarakat guna tercapainya pemimpin yang dapat mengakomodir kepentingan secara
menyeluruh. Hak pilih merupakan kebebasan yang dimiliki setiap orang dan tidak
dapat di intervensi oleh pihak lain. Oleh karena itu, guna mendekati masyarakat
agar memilih calon kepala daerah miliknya, dalam pelaksanaan dilapangan
dilakukanlah kampanye sebagai wujud peyampaian aspirasi, visi dan misi calon
kepala daerah dan wakil kepala daerah. Hal tersebut bertujuan untuk memberikan
pemahaman khususnya meyakini para masyarakat guna memilihnya. Realita di Indonesia,
kampanye yang dilakukan oleh calon kepala daerah terdiri atas berbagai bentuk
yaitu, kampanye serangan fajar, money
politics, panggung rakyat, konvoi besar-besaran, diantara bentuk kampanye
tersebut tidak luput dari pemasangan alat peraga kampanye (APK).
Pembiayaan Alat Peraga Kampanye
Pada
tulisan ini kita akan fokus terhadap penggunaan alat peraga kampanye (APK), sering
kita lihat dalam musim kampanye berlangsung berbagai bentuk APK memenuhi setiap
sudut jalan, pertokoan, dsb. Alat peraga kampanye tersebut berupa cetakan
(Baliho) penyebaran bahan kampanye, cetakan (poster) dan iklan di meda cetak
maupun elektronik. Pemasangan alat
peraga tersebut cenderung menimbulkan permasalahan, tidak hanya dalam sektor
keindahan, dan kebersihan tata ruang. Namun, pelaksanaan alat peraga kampanye
juga merupakan bentuk pemborosan keuangan negara. Menurut Undang-Undang Nomor 8
Tahun 2015 Pasal 65 Ayat 2 menyebutkan bahwa APK tersebut difasilitasi oleh KPU
Provinsi dan KPU Kabupaten / Kota setempat yang didanai Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah (APBD).
Seyogianya
APBD dianggarkan guna terlaksananya pembangunan dan kesejahteraan rakyat,
penggunaan dana APBD dalam memfasilitasi alat peraga kampanye di anggap sebagai
bentuk pemborosan keuangan oleh sebagian pihak. Hal tersebut memberikan bentuk
pemanjaan bagi calon kepala daerah karena biayanya ditanggung oleh negara,
serta dapat menimbulkan terjadi politik uang. Selain itu, tidak jarang penggunaan alat peraga yang
dilimpahkan kepada KPU mengharuskan KPU untuk menanggung konsekuensi perawatan
peralatan alat peraga, padahal tidak terdapat peraturan yang mengharuskannya. Hal
tersebut melemahkan fungsi KPU yang beralih sebagai penyedia barang dan jasa.
Lahirnya Peraturan PKPU Nomor 12 Tahun 2016
Keberadaan
Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 12 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Peraturan
Komisi Pemilihan Umum Nomor 7 Tahun 2015 tentang Kampanye Pemilihan Gubernur
dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati dan/atau Walikota dan Wakil
Walikota (UU Nomor 12 Tahun 2016) Pasal 5 ayat 2 memperbolehkan pemasangan APK
dilakukan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik sedangkan pada ayat
3 disebutkan pula APK merupakan salah satu yang difasiliasi KPU Kota, sehingga
ketentuan ini menimbulkan terjadinya tumpang tindih peran antara KPU dan
Parpol. Tumpang tindih peran antar instansi tersebut dapat menimbulkan
persinggungan konflik persengketaan antara keduanya.
Tak
pelak, hal ini merupakan masalah yang perlu diatasi dalam menyambut jalannya
Pilkada Serentak Tahun 2017. Seyogianya, pembebanan alat peraga dikembalikan
kepada Partai Politik dan Gabungan Partai Politik bersangkutan yang terlibat
dalam pencalonan. Pengawasan terhadap jalanya alat peraga kampanye dengan
melibatkan Badan Pengawas Pemilu sebagai pihak yang bertugas dalam mengawasi
pemilukada dalam aspek Alat Peraga Kampanye, Pengawasan yang dilakukan bawaslu
terhadap Parpol atau gabungan parpol dalam pelaksanaan kampanye, dilakukan
secara terpadu dengan melibatkan berbagai pihak, khususnya masyarakat sebagai
wujud pengembangan civil society. Pengawasan
sejatinya dapat membantu melaksanakan kebijakan yang telah ditetapkan untuk
mencapai tujuan yang telah direncanakan secara efektif dan efisien. Selain itu,
guna memperkecil timbulnya hambatan, sedangkan hambatan yang telah terjadi
dapat segera diketahui penyebab yang kemudian dapat dilakukan tindakan
perbaikannya.
Penggunaan
alat peraga yang diserahkan kepada pihak parpol dan gabungan parpol yang
mencalonkan dapat dibatasi dengan ketentuan – ketentuan guna terciptanya hukum
responsif. Mulai dari tahap persiapan, pelaksanaan, sehingga tanggung jawab
alat peraga tersebut diserahkan kepada pihak yang mencalonkan. Pembatasan yang
diberikan haruslah spesifik. Merujuk pada pendapat Baron Montesqiu dalam
bukunya The Spirit of Law bahwa tidak
ada bentuk pengertian yang begitu beragam terkecuali kebebasan sedangkan
kebebasan yang tidak dibatasi akan menimbulkan anarki. Oleh karena itu, dalam
menentukan pembatasan tersebut hendaknya melibatkan para pihak yang
bersangkutan partai politik dan gabungan partai politik, serta para disiplin
ilmu. Keterlibatan para pihak tersebut merupakan bentuk sinergisitas kebhinnekaan Indonesia, agar kedepannya
aturan hukum yang terlaksana dapat mengakomodir kepentingan para pihak
seluruhnya.
Ditulis Oleh ; Hilyatul Asfia
Dimuat ; Harian Jateng.com
Link : https://www.harianjateng.com/read/2017/01/19/meretas-format-kampanye-menuju-pilkada-2017/
Komentar
Posting Komentar