Menyambut Pilkada Serentak di Kalimantan Tengah Tahun 2018
Problematika Tindak pidana korupsi di
Indonesia merupakan kejahatan yang berkategori luar biasa / extra ordinary crime. Tindak pidana
korupsi terjadi pada setiap aspek termasuk aspek birokrasi yang memiliki
peluang terbesar terjadinya korupsi, terbukti dalam kurun waktu 11 tahun
terakhir terdapat 64 kasus korupsi yang menyeret Kepala Daerah (Sumber : KPK). Tentunya
permasalahan korupsi yang melibatkan seorang Kepala Daerah tidak kita inginkan
terjadi diwilayah Kalimantan Tengah. Mengingat, sebentar lagi rakyat Kalimantan
Tengah akan melaksanakan momentum demokrasi yakni Pilkada di Tahun 2018
yang diselenggarakan secara serentak di tiap kabupaten/ kota Kalimantan Tengah nantinya
dapat melahirkan sosok pemimpin yang ideal.
Pelakasanaan
pilkada merupakan aktualisasi demokrasi yang sejatinya mengandung dua dimensi
penting menurut Huntington yakni kompetisi dan partisipasi. Pertama, kompetisi adalah ajang
keterlibatan calon kandidat dari parpol satu dan lainnya dalam memperebutkan jabatan politik, sehingga
melahirkan berbagai bentuk manuver politik dalam upaya meraih hati suara
rakyat. Manuver politik tersebut Di sisi semakin marak, hal tersebut terlahir
akibat adanya Putusan MK No. 5/PUU-V/2007 tentang peluang calon perseorangan
sebagai salah satu entry point elain
mekanisme pencalonan melalui partai politik, serta diperbolehkannya seorang
mantan narapidana mencalonkan diri sebagai calon kepala daerah sebagaimana putusan
MK No. 42/PUU-XIII/2015.
Kedua,
partisipasi
yakni keterlibatan masyarakat dalam menggunakan hak pilihnya sebagai suatu kebebasan tidak dapat di intervensi
oleh pihak lain. Aspek partisipasi tersebut perlu dipahami dalam dua bentuk
yakni kuantitas dan kualitas. Secara kuantitas, jumlah pemilih harus ada pada
kisaran 70% sebagai ukuran angka wajar dalam mengaktualisasikan demokrasi yang
mapan berdasarkan Economist Intelligence
Unit. Pada aspek kualitas, seorang pemilih hendaknya memiliki literasi
pengetahuan pemilih yang meliputi kemampuan dan kompetensi dalam memilih calon
kepala daerahnya. Sebab pilihan yang tidak didasarkan atas pertimbangan yang jelas
akan menghasilkan keputusan yang tidak baik pada akhirnya.
Dewasa
ini, sudah sepantasnya dalam menyambut Pilkada Serentak yang akan datang, perlu
adanya bentuk penguatan demokrasi lokal (daerah) melalui peran masyarakat
secara internal dan pemerintah secara eksternal. Sebagai konsekuensi
pemberlakuan otonomi yang telah berlaku.
Penguatan Demokrasi Lokal
Penguatan
demokrasi lokal merupakan ikhtiar untuk melahirkan sosok pemimpin daerah yang
memiliki karakter integritas, profesionalisme, dan responsif terhadap segala
bentuk isu problematika daerah. Bentuk penguatan demokrasi lokal tersebut
diselenggarakan melalui aspek internal dan eksternal. Aspek internal, peran serta
masyarakat sangat dibutuhkan, hendaknya masyarakat dalam menghindari bentuk
sikap apatis, acuh tak acuh, terhadap calon Kepala Daerahnya. Sehingga, kesadaran
politik pada diri masyarakat perlu ditumbuhkembangkan. Upaya tersebut dapat
dilakukan melalui sosialisasi dapat berupa pendirian rumah politik
sebagaimana rumah pemilu yang ada di Sumatera Utara. Selain itu, pendidikan
politik terhadap pemilih pemula juga tak kalah penting. Kita ketahui bersama bahwa
pendidikan merupakan proses penanaman nilai-nilai guna membentuk sikap dan
karakter diri seseorang. Pendidikan politik bagi pemilih pemula penting
dilakukan, khususnya untuk mendukung proses regenerasi kader politik, maupun
untuk menghasilkan pemilih pemula generasi berikutnya. Selain itu, pemuda juga
harus menjadi aktor politik yang berperan sesuai dengan bidang masing-masing.
Pada
aspek eskternal, peran partai politik hendaknya mampu bersikap secara profesional
dalam melakukan kampanye, sebagai wujud tindakan untuk mempengaruhi orang lain.
Parpol harus menghindari pendekatan primordialisme dalam bentuk pengunaan unsur
SARA (Suku, Agama, Ras dan Antargolongan) dalam menarik simpatisan. Kampanye harus
ditujukan untuk mengenalkan program kerja, visi dan misi calon tersebut. Di
sisi lain, media massa juga mengambil peran yang sangat esensial pada kontes
demokrasi. Kini, media cenderung dipergunakan oleh oknum untuk melancarkan
kampanye hitam, dengan menjatuhkan lawan melalui penyebaran isu/informasi
negatif atau tidak benar yang dapat mempengaruhi opini masyarakat. Sejatinya,
opini masyarakat tentang sistem politik terbentuk dari proses olah media massa
dalam menyajikan fakta yang ada. Media massa memiliki kekuatan dalam membentuk
keyakinan baru atau mempertahankan keyakinan yang dimiliki masyarakat.
Seyogianya, media massa bersikap netral, independen, menyajikan informasi yang
objektif, transparan, dan tidak terpengaruh oleh pihak atau tawaran tertentu.
Berdasar
uraian di atas, penulis bermaksud memberikan arahan (kepada) masyarakat Kalteng
dalam menyambut Pilkada serentak untuk (menguatkan) demokrasi lokal, yang
diselenggarakan melalui aspek internal dan eksternal. Tindakan ini sebagai
upaya (mewujudkan) terselenggaranya pemillu dengan baik, meningkatkan
partisipasi pemilih, kualitas pemilih serta memperkuat sistem demokrasi yakni
terciptanya sinergisitas antara pemilih dan proses politik. (state and civil
engagement).
https://mmc.kalteng.go.id/berita/read/666/menyambut-pilkada-serentak-di-kalimantan-tengah-tahun-2018
Komentar
Posting Komentar